Rabu, 24 Januari 2024

As Hingga Barat Mulai Buang Muka dari Israel dan Dukung Palestina Merdeka,Kenapa?

Amerika Serikat, Inggris, hingga Uni Eropa belakangan mulai gelisah usai Israel menolak mentah-mentah gagasan kemerdekaan Palestina.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan prinsip kebutuhan keamanan negaranya tidak sejalan dengan negara Palestina.

"Saya tidak akan berkompromi mengenai kendali penuh keamanan Israel atas seluruh wilayah barat Yordania, dan ini bertentangan dengan negara Palestina," kata Netanyahu dalam unggahan di X, seperti dikutip CNN, Minggu (21/1).

Wilayah barat Yordania meliputi Israel, Tepi Barat Palestina yang diduduki Zionis, dan Jalur Gaza yang dikuasai kelompok Hamas.

Penolakan Netanyahu ini dilontarkan tak lama usai Presiden AS Joe Biden mendesak dia mengenai perlunya pembentukan negara Palestina di masa depan guna mengatasi konflik menahun di Jalur Gaza.

Dalam sambungan telepon pada Jumat (19/1), Biden mengatakan kepada Netanyahu bahwa solusi dua negara merupakan jalan yang tepat untuk menuju perdamaian.

Namun, Netanyahu menegaskan bahwa Israel bakal terus mempertahankan kendali keamanannya atas Gaza dan memastikan bahwa Gaza tak lagi menjadi ancaman bagi Israel.

Merespons ini, Menteri Pertahanan Inggris Grant Shapps mengaku kecewa atas pernyataan Netanyahu. Shapps menegaskan Palestina pantas menjadi negara berdaulat. Baginya, tak ada lagi solusi yang lebih baik ketimbang solusi dua negara.

"Palestina berhak menjadi negara berdaulat, Israel berhak memiliki kemampuan penuh untuk membela diri dan keamanannya sendiri. Namun, itu hanya bisa tercapai jika Anda mewujudkan solusi dua negara. Selain itu, tak ada solusi lain yang lebih baik," kata Shapps kepada BBC.

Menteri Luar Negeri Prancis Stephane Sejourne juga menyatakan keprihatinan atas pernyataan Netanyahu. Menurutnya, "akan ada kebutuhan untuk mendirikan negara Palestina dengan jaminan keamanan bagi seluruh pihak."

Menteri Luar Negeri Belgia, Hadja Lahbib, pun turut menyoroti krisis kemanusiaan di Gaza yang sedang dihadapi warga sipil.

"Gaza berada dalam situasi yang sangat mendesak. Ada risiko kelaparan. Ada risiko epidemi. Kekerasan harus dihentikan," kata Lahbib, seperti dikutip Associated Press.

Sejak diluncurkan pada Oktober lalu, agresi Israel di Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 25 ribu orang, mayoritas anak-anak dan perempuan.

Ini menjadi konflik paling panjang, paling berdarah, dan paling merusak antara kedua wilayah tersebut.

Masyarakat sipil Gaza terus dilanda krisis kemanusiaan hebat karena tak bisa mendapatkan makanan, air bersih, serta akses kesehatan.

Komunitas global pun berulang kali mengecam Israel dan mendesak gencatan senjata. Afrika Selatan bahkan mengambil langkah berani dengan menyeret Negeri Zionis ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) atas dugaan genosida terhadap warga Palestina.

Dengan situasi demikian, kenapa AS dan negara-negara barat mulai berpaling dari Israel dan dorong Palestina merdeka?

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, tak menutup kemungkinan bahwa AS dan Barat akan mulai berpaling dari Israel imbas agresinya ke Gaza.

Pasalnya, AS dan negara-negara Barat, menurut Fahmi, sudah mulai kehilangan muka karena mendukung Israel tanpa syarat.

"AS dan Barat sudah kehilangan muka dengan mendukung Israel tanpa syarat, dunia melihat kebrutalan Israel semakin menjadi-jadi terhadap Gaza," kata Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/1).

Meski demikian, Fahmi menilai bahwa selama Israel masih terus melancarkan serangan ke Gaza, artinya Negeri Zionis masih mendapat lampu hijau dari Barat, terutama Amerika Serikat.

"Karena kuncinya adalah AS dan negara-negara Barat yang bisa menekan Israel untuk menghentikan serangannya. PBB dan dunia internasional tidak mampu sampai detik ini," ucapnya.

Masih pertimbangkan kepentingan Israel
Senada, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, juga tak menutup kemungkinan bahwa AS dan negara-negara Barat akan mulai buang muka dari Israel.

Kendati begitu, Broto memandang bahwa Amerika Serikat dan Barat tidak akan mengambil langkah yang sangat bertolak belakang dari posisi sebelumnya. Barat menurutnya tetap akan mempertimbangkan kepentingan Israel dan mencari jalan tengah.

"Jika pun mereka mengambil posisi yang agak menjauh dari kepentingan Israel, mereka akan memberikan face saving policy bagi Israel. Yang harus dicatat, mengakomodasi kepentingan Israel belum tentu mendukung sepenuhnya pemerintahan Bibi Netanyahu," kata Broto kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/1).

Broto juga berpandangan bahwa AS dan Barat tetap akan mempertimbangkan keberadaan sandera yang hingga kini belum dikembalikan Hamas.

"Artinya, porsi kekesalan mereka terhadap Israel akan selalu diimbangi dengan perlindungan mereka pada kebutuhan mengembalikan sandera ke Israel," ucap dia.

Khawatir kehilangan pamor di dalam negeri
Pengamat studi Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Sya'roni Rofii, menilai bahwa para pemimpin negara Barat saat ini khawatir akan kehilangan pamor di level domestik jika terus-menerus membela Israel.

Apalagi, di tengah fakta bahwa sebagian pihak sudah menganggap Israel melakukan genosida terhadap bangsa Palestina.

"Negara-negara Barat, khususnya Eropa menunjukkan sikap yang tidak sepakat dengan pendekatan Israel selama ini. Apalagi [Josep] Borrell selaku petinggi Uni Eropa menyebut secara spesifik kebijakan Israel yang menolak solusi dua negara," kata Sya'roni kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/1).

"Boleh jadi kedepan masyarakat Barat akan membuka mata dan menyatakan kepada pemimpin mereka tentang bagaimana melihat konflik Israel-Palestina. Pada titik tertentu semua politisi akan melihat apa aspirasi warganya," ucap Sya'roni lagi.

Menurut Sya'roni, negara-negara Barat tentu akan berhitung mengenai konflik Israel-Palestina jika tak kunjung menemui ujung. Sebab, konflik keduanya cuma akan memicu eskalasi konflik secara global.

"Untuk saat ini saja, akibat konflik di Timur Tengah khususnya Israel-Palestina, [sudah] merembet ke Yaman dan Lebanon. Terganggunya lalu lintas barang jalur laut tentu akan menjadi konsen mereka," kata Sya'roni.

Belakangan, Yaman dan Lebanon memang panas buntut agresi Israel yang tak berkesudahan.

Kelompok Houthi di Yaman terus-menerus menyerang dan membajak kapal-kapal yang dinilai terkait dengan Israel dan sekutu di Laut Merah. Aksi ini membuat AS dan Inggris bekerja sama menyetop Houthi dengan melancarkan serangan beruntun selama 10 hari terakhir.

Milisi Hizbullah di Lebanon juga terus bergerilya di perbatasannya dengan Israel. Lebih dari 200 orang pun dilaporkan tewas akibat serangan Israel ke Lebanon selatan.

Sumber: CNN

Ditulis Oleh : Owanz Sevencool

Terimakasih atas kunjungan Kamu Karena telah Mau Melihat artikel As Hingga Barat Mulai Buang Muka dari Israel dan Dukung Palestina Merdeka,Kenapa?. Tapi Kurang Lengkap Rasanya Jika Kunjunganmu di Blog ini Tanpa Meninggalkan Komentar, untuk Itu Silahkan Berikan Kritik dan saran Pada Kotak Komentar di bawah. Kamu boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikelAs Hingga Barat Mulai Buang Muka dari Israel dan Dukung Palestina Merdeka,Kenapa?ini jika memang bermanfaat bagi kamu, tapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya sekian dari o7c dan Terima Kasih.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com